Mengantisipasi Trumponomics 2.0

Artikel opini A. Prasetyantoko di Kompas Pergantian kepresidenan Amerika Serikat dengan dilantiknya Trump pada 20 Januari 2025, mengancam kebebasan demokrasi masyarakat AS dengan penguasaan sektor digital oleh kelompok ultrakaya. Pengaruhnya melampaui batas negara dan dirasakan oleh masyarakat global. Konsentrasi kepemilikan jaringan informasi di tangan segelintir oligarki akan menguatkan posisi mereka dalam akumulasi modal. Kekayaan akan bermigrasi ke atas: kelompok ultrakaya makin berkuasa. Kebijakan ekonomi dalam kuasa Trump akan lebih radikal dalam deregulasi ekonomi, dengan penurunan pajak perusahaan menjadi 15%. Berbagai kebijakan ekonomi ini orientasinya adalah membangkitkan kembali sektor industri nasional yang puluhan tahun kalah bersaing dengan China. Kebijakan ekonomi Trump sangat probisnis domestik melalui berbagai stimulus dan insentif. Kebijakan deportasi terhadap imigran berpotensi menyebabkan penyusutan pasar tenaga kerja di Amerika Serikat, dan teknologi kecerdasan buatan akan mengambil alih peran yang sebelumnya dilakukan oleh tenaga kerja manusia. Upaya Trump untuk meredam tekanan utang negara dengan cara memaksa The Fed menurunkan suku bunga akan berdampak pada meningkatnya inflasi. Pemerintah baru Presiden Prabowo harus lebih responsif, efisien, dan mengedepankan meritokrasi. Penguatan tata kelola melalui penegakan hukum yang kuat menjadi salah satu kunci guna meningkatkan kredibilitas. Tujuannya, lebih banyak investasi dan akhirnya lebih banyak lapangan pekerjaan layak yang tercipta.

Nasib Industri Padat Karya

Artikel opini A. Prasetyantoko di Kompas Setelah pandemi Covid-19, ketidakstabilan ekonomi global telah menciptakan tantangan yang signifikan yang dampaknya dirasakan oleh berbagai sektor.  Pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 telah memperburuk situasi ini dengan melonggarkan kebijakan impor. Meskipun bertujuan untuk meningkatkan daya saing, kebijakan ini telah memberikan dampak negatif pada industri dalam negeri. Hal ini dapat dikaitkan dengan lemahnya tata kelola pemerintahan dan kurangnya sinergi antar lembaga. Akibat dari diberlakukannya permendag ini, tekstil dan produk tekstil dari Tiongkok telah membanjiri pasar Indonesia. Melalui praktek dumping, produk tekstil Tiongkok dijual dengan harga yang sangat rendah sehingga mengancam kelangsungan industri tekstil dalam negeri. Pemerintah perlu segera mengambil langkah konkret untuk melindungi dan mendorong pertumbuhan sektor padat karya, terutama industri tekstil. Beberapa kebijakan yang perlu segera diimplementasikan: pemberlakuan Pph 21 bagi pekerja sektor tekstil dan produk tekstil, kebijakan perlindungan perdagangan untuk mencegah banjirnya produk impor murah, dan pemerintah mendorong Bank Indonesia untuk segera merealisasikan kebijakan insentif pengembalian Giro Wajib Minimum bagi perbankan yang menyalurkan kredit ke sektor prioritas.

Mengapa Dinasti Politik Naik Daun di Indonesia?

Artikel opini Dr. Yoes Kenawas di Indonesia at Melbourne Dengan dilantiknya Gibran, putra Jokowi, sebagai wakil Presiden. Ia secara resmi menjadi wakil Presiden termuda dalam sejarah. Pada 2020, Yoes Kenawas menulis bahwa politik dinasti telah menjadi hal yang normal dalam lanskap politik Indonesia. Ia berargumen bahwa penyebab munculnya dinasti politik di Indonesia adalah buruknya institusionalisasi dan pragmatisme partai politik yang mencari keuntungan elektoral. Dengan kata lain, ia berfokus pada pihak penyedia pasar pemilu. Saat ini data menunjukkan bahwa salah satu penyebab munculnya dinasti politik di Indonesia adalah karena sikap tak acuh dari para pemilih. Sebuah survei yang dilakukan oleh Indikator pada akhir Oktober-awal November 2023 mendukung hipotesis bahwa pemilih Indonesia relatif acuh tak acuh dan bahkan toleran terhadap politik dinasti. Perbandingan hasil survei tersebut dengan yang dilakukan oleh Yoes Kenawas pada 2020, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sebesar 9,2 persen pada jumlah responden yang menyatakan tidak peduli terhadap politik dinasti. Pada saat yang sama, terjadi penurunan sebesar 8,7 persen pada jumlah responden yang menyatakan ‘khawatir’ terhadap politik dinasti. Pergeseran sikap dan toleransi pemilih terhadap politik dinasti sejalan dengan upaya para elit politik untuk menormalisasikan politik dinasti. Empat strategi untuk memperlambat pertumbuhan dinasti politik dan menciptakan lapangan bermain elektoral yang lebih adil, antara lain adalah: memberikan pendidikan politik kepada publik, meningkatkan akses informasi tentang pemilu, mempromosikan kesadaran tentang calon non-dinasti, dan memperkuat pengawasan masyarakat sipil. Teks ini menekankan bahwa pada akhirnya, pemilihlah yang memegang kekuasaan untuk melawan kebangkitan dinasti.

Strategi Pertumbuhan Tinggi

Artikel opini A. Prasetyantoko di Kompas Pada 1961 saat Park Chung-hee dilantik menjadi Presiden Korea Selatan, dirinya, dengan latar belakang militer, menerapkan kepemimpinan secara otoriter dengan strategi pembangunan yang dikendalikan negara. Setahun setelah menjabat, ekonomi Korea Selatan tumbuh 7,1%. Park menyatakan, kemiskinan, korupsi, dan komunisme musuh bersama yang menyatukan Korea melalui penerapan kapitalisme yang dipelopori negara (guided capitalism). Menjelang dimulainya kepemimpinan baru di bawah Prabowo Subianto, yang memiliki latar belakang militer dan visi pertumbuhan tinggi, hal ini memicu antusias yang tinggi dari sebagian pihak. Sebagian lainnya khawatir akan hadirnya negara otoriter yang hanya menguntungkan segelintir kelompok. Kunci keberhasilan strategi industri Korsel di bawah Park Chung-hee adalah perencanaan matang dan disiplin tinggi dalam implementasi. Salah satu indikator penting dalam kesuksesan pembangunan kelembagaan, efisiensi ekonomi, serta strategi industrialisasi yang komprehensif adalah soal pemberantasan korupsi. Jika gaya otoriter didampingi dengan korupsi, alih-alih menjadi negara maju, Indonesia akan menjadi negara gagal.

Ekonomi Kosong di Tengah

Sumber dari tulisan A. Prasetyantoko “Ekonomi Kosong di Tengah” Di tengah transisi pemerintahan, muncul berita mengenai berkurangnya jumlah kelas menengah. Fenomena ini hanyalah permukaan dari permasalahan mendasar yang lebih luas, yaitu fenomena ekonomi kosong di tengah. Dalam 5 tahun terakhir, jumlah kelas menengah telah menurun. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa jumlah kelas menengah yang sebelumnya sebanyak 57,33 juta pada 2019, menjadi 47,85 juta pada 2024. Kelompok kelas menengah (middle class) dan kelompok menuju kelas menengah (aspiring middle class) memiliki peran yang krusial secara ekonomi karena kontribusi besarnya pada konsumsi masyarakat yang berdampak pada penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Secara politik, kelas menengah juga memegang peran penting sebagai penyangga demokrasi. Di sisi lain, prioritas kebijakan pemerintah, terutama dalam lima tahun terakhir, tidak mencakup upaya signifikan untuk memperkuat ekonomi kelas menengah. Pola kebijakan yang selama ini terlalu bias pada kelompok atas dan cenderung populis. Dalam kepemilikan aset keuangan, ada ketimpangan yang mana secara jumlah didominasi penabung kecil tetapi secara nominal dikuasai penabung besar yang jumlahnya hanya 0,02 persen dari total penabung. Indikasi lain rapuhnya kelas menengah kita.

Ensiklik Paus Fransiskus dan Transformasi Sosial

Sumber dari tulisan A. Prasetyantoko “Paus Fransiskus, Transformasi Sosial dan Peran Perguruan Tinggi” Paus Fransiskus, sepanjang kepemimpinannya, dengan konsisten mengadvokasi transformasi masyarakat yang menyeluruh, mulai dari perubahan sikap dan perilaku individu hingga reformasi sistem sosial yang lebih luas. Dirinya menciptakan Laudato si’. Ensiklik Laudato si’ menghubungkan krisis lingkungan dengan masalah-masalah sosial yang lebih luas. Kerusakan lingkungan terjadi sebagai dampak dari perilaku manusia. Kelalaian dalam melaksanakan pembangunan dan konsumsi berlebihan dalam kehidupan sehari-hari, telah mengakibatkan kerusakan lingkungan. Dampaknya, kita semua, tanpa terkecuali, kini harus menanggung beban perubahan iklim yang semakin parah. Laudato si’ mengungkap bahwa kerusakan lingkungan yang kita hadapi saat ini adalah hasil dari eksploitasi manusia yang berlebihan terhadap alam, bukan proses alami yang tak terhindarkan.

Indonesian Election Candidates in Their Quest for Voters Support

Diambil dari artikel The Straits Times “Indonesia’s election candidates woo voters with road rage car whisperers, football fervour, money” oleh Arlina Arshad Menjelang masa kampanye pemilihan kepala daerah yang akan dimulai pada 25 September 2024 mendatang, para kandidat pilkada mulai mengasah pisau politik dan menguras kantong mereka. Salah satunya Ridwan Kamil, calon gubernur Jakarta, yang telah menjanjikan untuk menyediakan terapis dan ulama yang akan mampir untuk meredakan rasa frustrasi masyarakat selama menanti kemacetan, disebutnya sebagai Mobil Curhat. Gagasannya ini tidak mendapatkan tanggapan baik dari masyarakat. Dr Yoes Kenawas, research fellow IFAR Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, menyampaikan bahwa meskipun kebijakan populis tampak menarik, kebijakan tersebut gagal mengatasi masalah mendasar, sehingga berpotensi menimbulkan hasil yang tidak efektif atau bahkan kontraproduktif.

How Has Jokowi Changed Indonesia?

Sumber dari artikel Australian National University “2024 Indonesia Update: How Jokowi changed Indonesia.” Selama 10 tahun menjabat sebagai Presiden Indonesia, untuk mencapai target kebijakan di berbagai sektor, Jokowi telah mendorong lembaga-lembaga negara hingga batas kemampuannya, mengungkap baik kelemahan maupun kekuatan aturan, peraturan, dan norma demokrasi Indonesia. Dapat diakui bahwa Jokowi telah mengalami evolusi yang luar biasa. Berawal sebagai orang sederhana dengan pengaruh yang kecil hingga sekarang menjadi seorang tokoh berpengaruh yang kuat. Namun, kritik menganggap bahwa Jokowi telah menyerang pendekatan koersif pemerintahnya terhadap lawan-lawan politik, dan pengejarannya terhadap visi ekonomi yang besar dengan mengorbankan kebebasan demokratis dan integritas kelembagaan. Untuk menjawab pertanyaan: Sejauh apa Jokowi telah mengubah Indonesia? para ahli dari Australia, Indonesia, dan seluruh dunia akan bergabung dalam The Indonesia Update Conference pada 13-14 September 2024. Diselenggarakan oleh The Australian National University’s Indonesia Project, dengan dukungan dari ANU Department of Political and Social Change, juga the Department of Foreign Affairs and Trade, konferensi ini akan membahas jejak yang ditinggalkan Jokowi terhadap ekonomi, kesejahteraan, politik, keamanan, lingkungan, dan hubungan internasional di Indonesia.

Thousands of Indonesians Attempt to Storm Parliament to Protest Changes to Election Law

Sumber dari hasil wawancara Yoes C. Kenawas dengan Associated Press, diambil dari artikel AP News “Ratification of Indonesian election law changes delayed as protesters try to storm parliament” oleh Dita Alangkara dan Edna Tarigan. Ribuan pengunjuk rasa menyerbu gedung DPR, Jakarta pada hari Kamis, 22 Agustus 2024 sebagai tanggapan atas usulan perubahan undang-undang pemilu yang dapat menguntungkan keluarga Presiden Joko Widodo. Perubahan tersebut meliputi penurunan persyaratan usia untuk gubernur daerah dan pelonggaran persyaratan pencalonan untuk partai politik. Protes tersebut dipicu oleh putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan atas batasan usia. Putusan tersebut akan mencegah putra Widodo yang berusia 29 tahun untuk mencalonkan diri sebagai gubernur daerah. Pengadilan juga mempermudah partai politik untuk mencalonkan kandidat dengan memangkas persyaratan bahwa mereka memegang 20% ​​kursi legislatif daerah. Parlemen meloloskan mosi darurat untuk mengubah usia minimum untuk menjabat sebagai gubernur menjadi 30 tahun pada saat pelantikan dan lebih memudahkan persyaratan pencalonan pada hari Rabu, dan berencana untuk meratifikasi pemungutan suara dalam sidang pleno pada hari Kamis. Pergerakan tersebut memicu kecaman luas di media sosial lokal dan menimbulkan kekhawatiran tentang potensi krisis konstitusional. Aktivis, mahasiswa, pekerja, dan sejumlah selebriti serta musisi Indonesia juga turut serta dalam aksi protes tersebut, menyuarakan keprihatinan mereka terhadap demokrasi di Indonesia. Aksi protes juga dilaporkan terjadi di kota-kota besar lainnya, termasuk Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar. Aksi unjuk rasa yang terjadi serentak di sejumlah kota besar itu merupakan bentuk kemarahan atas upaya DPR untuk “membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan lebih banyak calon untuk ikut serta dalam pemilihan kepala daerah“, kata Yoes Kenawas, pengamat politik Universitas Katolik Atma Jaya. “Mereka juga menentang politik dinasti yang dilakukan Presiden Jokowi,” ucap Kenawas.

Systemic Change or Systemic Fail? Indonesia’s Youth Demand Action

Sumber dari artikel Fulcrum “The Battle for Indonesia’s Environmental Future: Youth Movements Against Systemic Challenges” ditulis oleh Aninda Dewayanti|Muhammad Fajar Terlepas dari meningkatnya protes yang dipimpin oleh kaum muda yang menentang proyek-proyek yang merusak lingkungan, pemerintah Indonesia terus memprioritaskan pembangunan ekonomi di atas perlindungan lingkungan, dan sering kali bekerja sama dengan pihak-pihak bisnis yang kuat. Di beberapa negara, gerakan para aktivis muda dalam mendorong pemerintah untuk mengurangi karbon emisi telah berhasil. Namun, di Indonesia, berbagai gerakan dan protes yang dipimipin oleh para aktivis muda berjalan lambat dan tidak stabil karena dominasi hubungan negara-oligarki. Tiga faktor utama yang menyebabkan hal ini antara lain; pertama, ikatan kuat antara negara Indonesia dan oligarki telah menciptakan hambatan sistematis terhadap aktivisme lingkungan. Kedua, alih-alih fokus pada masalah lingkungan secara besar, para aktivis muda lebih sering memperjuangkan masalah lingkungan di daerah mereka sendiri. Ketiga, para aktivis kesulitan membangun infrastruktur yang kuat dalam organisasi mereka. Struktur yang terbuka dan fleksibel dalam organisasi, menghambat kelompok-kelompok aktivis muda untuk menanamkan komitmen yang lebih mendalam terhadap tujuan mereka.