Sumber dari tulisan A. Prasetyantoko “Ekonomi Kosong di Tengah”
Di tengah transisi pemerintahan, muncul berita mengenai berkurangnya jumlah kelas menengah. Fenomena ini hanyalah permukaan dari permasalahan mendasar yang lebih luas, yaitu fenomena ekonomi kosong di tengah. Dalam 5 tahun terakhir, jumlah kelas menengah telah menurun. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa jumlah kelas menengah yang sebelumnya sebanyak 57,33 juta pada 2019, menjadi 47,85 juta pada 2024.
Kelompok kelas menengah (middle class) dan kelompok menuju kelas menengah (aspiring middle class) memiliki peran yang krusial secara ekonomi karena kontribusi besarnya pada konsumsi masyarakat yang berdampak pada penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.
Secara politik, kelas menengah juga memegang peran penting sebagai penyangga demokrasi. Di sisi lain, prioritas kebijakan pemerintah, terutama dalam lima tahun terakhir, tidak mencakup upaya signifikan untuk memperkuat ekonomi kelas menengah.
Pola kebijakan yang selama ini terlalu bias pada kelompok atas dan cenderung populis. Dalam kepemilikan aset keuangan, ada ketimpangan yang mana secara jumlah didominasi penabung kecil tetapi secara nominal dikuasai penabung besar yang jumlahnya hanya 0,02 persen dari total penabung. Indikasi lain rapuhnya kelas menengah kita.