Dilema Fiskal & Moneter Pasca Covid-19

Diambil dari tulisan A. Prasetyantoko “Geo-politik dan Perubahan Iklim: Tantangan Fiskal-Moneter Pasca Pandemi Covid-19” Pandemi Covid-19 telah menghasilkan perubahan drastis yang berdampak pada kondisi dunia. Polikrisis yang terjadi akibat pandemi telah menjadi katalisator pergeseran signifikan dalam arah kebijakan ekonomi. Di bidang moneter, independensi bank sentral menemui tantangan yang sebelumnya tidak ditemui. Pra pandemi Covid-19, kebijakan moneter bersifat dominan dan memiliki independensi yang sangat tinggi. Bank sentral pun dapat dengan leluasa mengendalikan suku bunga. Sementara pasca pandemi Covid-19, didominasi dengan kebijakan fiskal. Tingginya beban utang pemerintah juga menyulitkan Bank Sentral untuk menaikkan suku bunga. Hal ini diyakini menjadi alasan mengapa The Fed terlambat menaikkan suku bunga sehingga inflasi tak terkendali. Selain geo-politik, perubahan iklim yang terjadi sebagai akibat dari pandemi Covid-19 juga berdampak pada perekonomian. Perubahan iklim menciptakan hambatan signifikan bagi pertumbuhan ekonomi, baik melalui penurunan permintaan akibat ketidakpastian dan penurunan daya beli, maupun melalui penurunan penawaran akibat gangguan pada produksi dan ketersediaan sumber daya. Ke depannya, kebijakan fiskal dan moneter perlu dikoordinasikan agar mencapai kebijakan ekonomi yang lebih siap menghadapi perubahan struktural.

Laporan Berkelanjutan 2022: Transformasi untuk Berkelanjutan 

Laporan Keberlanjutan Unika Atma Jaya 2022, berisi informasi, data, dan penjelasan yang bersifat material bagi para pemangku kepentingan di lingkungan Unika Atma Jaya. Informasi, data, dan penjelasan Laporan ini berasal dari dan merujuk pada beragam dokumen dan narasumber internal yang mengelola dan memiliki otoritas atasnya. Kecuali disebut khusus, sebutan ‘Unika Atma Jaya’ merujuk pada tiga lokasi kampus yang dimiliki, yaitu Semanggi, Pluit, dan Bumi Serpon Damai (BSD) Serpong, di bawah otoritas yang menaunginya. Dengan demikian, penyebutan Unika Atma Jaya mewakili eksistensi keseluruhan kampus di lokasi-lokasi yang berbeda. Laporan ini memakai dua perspektif waktu. Pertama, perspektif existing condition, yang menangkap fenomena waktu kini dan waktu lalu dalam bentang tiga tahun (2019-2021) untuk merekam dan menganalisis kinerja Unika Atma Jaya dari dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial. Kedua, perspektif masa depan melalui pernyataan-pernyataan yang bersifat forward-looking. Unika Atma Jaya menyadari bahwa risiko dan ketidakpastian dari berbagai faktor, baik dari sisi internal maupun sisi eksternal, telah dan akan memberi pengaruh pada kinerja operasional dan kondisi penyelenggaran pendidikan dalam dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial. Oleh sebab itu, setiap informasi, data, dan penjelasan dalam dua perspektif waktu itu—existing condition dan forward-looking—perlu disikapi hati-hati untuk tidak menimbulkan salah pengertian dan dispute. Kontributor Laporan: Pengarah:  Tema Ekonomi: Tema Lingkungan: Tema Sosial

Atma Jaya Outlook for Development 2022: Kesejahteraan Warga Lanjut Usia Tantangan Kebijakan Kini dan Nanti

Institute of Public Policy, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 20/12, meluncurkan `the Atma Jaya’s Outlook for Development 2022’. Outlook ini mengambil tema `Kesejahteraan Warga Lanjut Usia: Tantangan Kebijakan Kini dan Nanti’ dalam empat dimensi, yakni kesehatan, teknologi, psikososial, dan hukum. Peluncuran Outlook diselenggarakan melalui webinar yang dibuka oleh Wakil Rektor  Bidang Penelitian dan Kerjasama, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Dr. Yohanes Eko Adi Prasetyanto, S.Si. Dalam sambutannya Wakil Rektor menyatakan Outlook ini menunjukkan kiprah dan kepedulian Unika Atma Jaya atas isu-isu yang berkembang di tengah masyarakat. “Outlook ini diharapkan dapat menjadi sumber gagasan dan pemikiran bagi kebijakan mengenai warga lanjut usia,” kata Yohanes Eko. Outlook ini sendiri menunjukkan bahwa demografi Indonesia mencatat tanda-tanda penuaan. Data Sensus Penduduk 2020 oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan, dari 270,2 juta penduduk Indonesia, hampir 10 persen di antaranya tergolong warga lanjut usia, yakni penduduk di atas umur 60 tahun. Ini berarti ada sekitar 27 juta jiwa warga lanjut usia di Indonesia. Jumlah ini masih lebih besar daripada jumlah penduduk gabungan tiga provinsi di Sumatera, yakni Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Jumlah ini juga sekitar lima kali lebih besar daripada total penduduk Singapura atau mendekati total penduduk Malaysia. Satu dekade lalu total penduduk lansia baru 18 juta jiwa. Jadi ada tambahan sembilan juta jiwa lansia baru dalam 10 tahun terakhir, atau 900 ribu jiwa per tahun. Saat ini kelompok umur ‘lansia muda’ (60-70 tahun) masih mendominasi keseluruhan penduduk lansia, yakni mendekati 65 persen. Kelompok `lansia madya’ mencakup 27 persen dari keseluruhan lansia Indonesia, sedangkan `lansia tua’ sekitar sembilan persen. Komposisi ini berubah dari satu dekade lalu, ketika lansia muda, madya, dan menengah mengambil prosi berturut-turut 59,59, 30,12, dan 10,29 persen dari keseluruhan lansia. Outlook Atma Jaya ini juga merekam isu kesehatan kontemporer tentang lansia. Meski lansia diprioritaskan dalam program vaksinasi untuk mengatasi pandemi COVID-19, capaiannya masih di bawah yang diharapkan, bahkan tertinggal dari capaian di kelompok umur 12-17. Hingga 18 Desember 2021 vaksinasi pertama bagi lansia baru menjangkau 60 persen populasi lansia, sedangkan vaksinasi kedua 39 persen. Pada kelompok umur 12-17 tahun vaksinasi pertama dan kedua masing-masing telah mencapai 87 dan 60 persen. Outlook ini mencatat tiga penyebab, yakni (1) keterbatasan mobilitas lansia dalam mengakses program vaksinasi, (2) keterbatasan lansia untuk mengakses informasi, dan (3) banyak berita palsu yang beredar. “Pemerintah perlu lebih aktif lagi. Bukan menunggu datang ke pusat layanan, tapi mengunjungi lansia ke tempat tinggalnya. Program vaksinasi lansia dengan kunjungan langsung ke rumah perlu ditingkatkan agar vaksin dapat menjangkau sasarannya,” kata Soegianto Ali dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya. Selain vaksinasi, hal penting yang perlu disadari banyak pihak adalah fenomena dimensia alzheimer di kalangan lansia.  “Dimensia alzheimer pada lansia tidak hanya merupakan isu kesehatan, tetapi juga social dan ekonomi,” demikian dinyatakan oleh Yuda Turana dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unika Atma Jaya. “Bayangkan seorang lansia 70 tahun penderita dimensia hidup bersama dengan anaknya yang berusia antara 30-40 tahun, serta cucunya yang mungkin berusia 5-10 tahun. Anak yang masih berusia produktif terbeban untuk merawat anaknya yang berusia sekolah, belum mandiri, tetapi juga harus mengurus lansia dengan demensia alzheimer dalam kurun waktu sekitar tahun,” lanjutnya. Sementara itu, “obat yang efektif belum juga ditemukan,” kata Yuda Turana. Outlook ini menunjukkan estimasi kasus demensia di Indonesia beberapa tahun lalu sekitar 1,2 juta pasien dan diperkirakan akan melonjak menjadi lebih dari tiga kali lipat pada tahun 2050. Meskipun data nasional belum ada, data penelitian di Jogjakarta menunjukkan sekitar 20 persen lansia yang disurvei mengalami gangguan kognitif yang sudah mengganggu aktivitas hariannya. Selain itu, tercatat juga bahwa lebih dari 30 persen kasus demensia alzheimer disebabkan oleh faktor risiko gaya hidup, padahal gaya hidup ini dapat dimodifikasi. Riset Kesehatan Dasar terakhir yang dilakukan sebelum pandemi COVID-19 justru menunjukkan peningkatan berbagai faktor risiko demensia, seperti hipertensi, diabetes melitus, obesitas, merokok, dan kondisi inaktivitas. Dalam hal teknologi bagi lansia, Outlook ini membawa kabar baik. Selain teknologi di bidang kesehatan terus membaik dalam hal deteksi dan pelaporan hasil, teknologi pemantau aktivitas lansia terus mengalami perbaikan. Saat ini telah berkembang teknologi Light Detection and Ranging (LiDAR). “Dengan sensor LiDAR ini aktivitas lansia dapat dipantau tanpa menampilkan 100 persen citra tubuhnya,” kata Nova Eka Budiyanta, dosen Fakultas Teknik Unika Atma Jaya. “Jadi, privasi lansia akan tetap terjaga,” demikian Nova. Sensor LiDAR bekerja dengan memproduksi titik-titik koordinat pada ruang dua dimensi (2D) dan tiga dimensi (3D). Dengan begitu penampakan yang dihasilkan oleh sensor LiDAR hanya berupa gabungan titik-titik yang menggambarkan keberadaan dan gerakan lansia di dalam ruangan, bukan citra utuh selaiknya kamera CCTV. Outlook ini menggambarkan LiDAR amat mungin dikombinasikan dengan Artificial Intelligence (AI) dan Internet of Thing (IoT), sehingga di masa depan seorang lansia dapat terpantau aktivitasnya secara realtime dan respons yang diberikannya pun juga jauh lebih cepat. Outlook juga membahas dimensi psikososial lansia. Dipaparkan dalam Outlook bahwa hingga saat ini lansia masih mendapat stigma negatif. Menjadi tua sering dikonotasikan sebagai lemah, sakit, dan mendekati liang kubur. Kata ‘jompo’ kerap digunakan oleh masyarakat untuk menegaskan konotasi negatif itu. Bahkan, ‘panti jompo’ juga dipandang sebagai `tempat pembuangan’. Padahal, ‘panti jompo’ sendiri amat potensial berperan sebagai tempat interaksi dan komunikasi di antara warga lansia yang sebaya. Selain itu, tempat dan fasilitas publik saat ini juga belum ramah lansia.  Pada saat yang sama, ageism tak jarang disematkan pada lansia. Ageism adalah diskriminasi negatif pada warga lansia. “Ageism sering ditemui di dunia kerja. Hanya karena seseorang berumur di atas 60 tahun, misalnya, ia tidak lagi diperbolehkan untuk bekerja. Padahal, yang diperlukan adalah apakah lansia mampu mengerjakan pekerjaan itu secara aman dan tanpa paksaan,” demikian dinyatakan oleh Eunike Sri Tyas Suci dari Fakultas Psikologi. “Untuk menghindari diskriminasi pada lansia ini,” lanjutnya, “sudah saatnya pertimbangan kompetensi dan kualifikasi (merit system), bukan usia, dikedepankan.” Outlook ini juga secara khusus menggagas tawaran ‘pengampuan parsial’ dari dimensi hukum. Berbeda dengan pengampuan maksimal yang membatasi gerak-gerak lansia–bahkan mencabut hak lansia–sebagai subyek hukum, Outlook ini menawarkan model pengaturan yang tetap menghargai lansia sebagai subyek hukum. “Pengampuan parsial,” menurut Putri Purbasari Raharningtyas Marditia dari Fakultas Hukum, “adalah suatu model perlindungan hukum bagi warga lansia yang terukur.” “Warga lansia sebagai penerima pengampuan diberi

Peluncuran Buku: Indonesia Menghadapi Pandemi Kajian Multidisiplin Dampak Covid-19 pada Peradaban

Indonesia Menghadapi Pandemi Kajian Multidisiplin Dampak Covid-19 pada Peradaban Yuval Noah Harari menyebut Pandemi Covid-19 merupakan wabah terbesar dunia dalam seratus tahun terakhir. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut wabah ini telah melewati millestones tragic karena telah menewaskan ribuan penduduk dari lebih dari 150 negara di dunia. Kejadian luar biasa yang dialami dunia ini tentu punya implikasi luas. Pertama, terkait dengan isu kemanusiaan. Bagaimanapun risiko kematian adalah masalah kemanusiaan (humanity). Dan karena itu, Covid-19 memiliki dimensi kemanusiaan sangat tinggi. Kedua, tata cara, koordinasi dan tindakan mitigasi yang melibatkan kebijakan publik (public policy). Mengingat pandemi Covid-19 telah menyebar ke hampir semua belahan dunia, kebijakan publik yang diperlukan termasuk koordinasi, konsensus dan kepemimpinan global memerangi pandemi. Buku ini bertujuan untuk merefleksikan salah satu tragedi terbesar dalam masyarakat modern ini agar terjadi pembelajaran. Tujuan lainnya, adalah mengumpulkan para pemikir di lingkungan Unika Atma Jaya untuk secara nyata memberikan sumbangan pemikiran bagi persoalan kemanusiaan dan kebijakan publik. Pasca-pandemi, akan terbentuk tatanan masyarakat baru, mulai arah globalisasi, hingga munculnya standar perilaku berbasis digital. Tanggapan mengenai Buku “Indonesia Menghadapi Pandemi Kajian Multidisiplin Dampak Covid-19 pada Peradaban” “Pandemi Covid-19 merupakan tantangan nyata bagi dunia kesehatan maupun perekonomian, atau dengan kata lain tantangan bagi peradaban. Kebijakan di bidang ekonomi terutama diarahkan untuk memastikan risiko kesehatan bisa dikendalikan, selain mengatasi dampak sosial yang ditimbulkan, seperti peningkatan jumlah pengangguran dan kemiskinan. Kami menyadari sepenuhnya, kebijakan tersebut hanyalah sebagian kecil saja dari upaya yang harus dilakukan oleh semua pihak dalam menghadapi tantangan peradaban ini. Untuk itu, saya menyambut baik upaya perguruan tinggi dalam menyumbangkan pemikiran mengenai pergulatan Indonesia menghadapi pandemi Covid-19 dari berbagai disiplin ilmu. Terlebih, karena penerbitan buku ini juga dikaitkan dengan upaya nyata pemberian beasiswa bagi para mahasiswa/calon mahasiswa yang terkena dampak Covid-19. Perguruan tinggi dikenal sebagai institusi yang kaya wacana, namun juga ingin bertindak nyata. Apresiasi yang sangat tinggi bagi civitas academica Unika Atma Jaya yang tahun ini merayakan Lustrum XII.” (SRI MULYANI INDRAWATI, Menteri Keuangan Republik Indonesia) “Pandemi Covid-19 merupakan tantangan peradaban. Di satu sisi, ini menimbulkan persoalan yang memengaruhi hampir semua bidang kehidupan, namun di sisi lain juga memunculkan peluang dan harapan baru. Salah satunya adalah adopsi teknologi yang akan semakin intensif di masa depan. Bagi dunia pendidikan tinggi, tantangan ini datang dengan tiba-tiba, dan memaksa kita semua berubah dari pendekatan luring menjadi daring. Namun, perubahan tak semata hanya pada cara, tetapi juga materi pengajarannya. Masa pandemi ini juga memicu kebutuhan agenda penelitian baru, selain kurikulum yang harus disesuaikan dengan perubahan. Selain itu, pengabdian masyarakat juga harus ikut beradaptasi cepat sehingga akan senantiasa relevan dan berdaya guna secara maksimal. Melihat hal tersebut, kami menyambut baik upaya Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya yang menerbitkan buku mengenai perjuangan Indonesia dalam menghadapi pandemi dari berbagai sudut pandang keilmuan. Semoga penerbitan buku ini menjadi salah satu penanda upaya lebih lanjut dari dunia pendidikan tinggi dalam menciptakan perubahan mendasar, sekaligus juga menginspirasi semangat gotong royong civitas academica di berbagai kampus di Indonesia untuk turut aktif menentukan peradaban di masa depan melalui karya-karya akademik.” (NADIEM ANWAR MAKARIM, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia) Biodata Penulis Ekonomi, Bisnis dan Teknologi Menyelesaikan program doktor di bidang ekonomi keuangan, perbankan dan ekonomi internasional dari École Normale Supérieure de Lyon dan Master dari Universitas Lille-1 Perancis. Program master dan doktor didanai sepenuhnya oleh Kedutaan Prancis melalui beasiswa Boursier de Gouvernement Français (BGF). Serta menyelesaikan program studi S-1 dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada 1997. Rektor Unika Atma Jaya periode 2015-2019 dan 2019-2023. Senior Fellow dan Pendiri Atma Jaya Institute of Public Policy (AJIPP). Menulis kolom rutin analisis ekonomi di Harian KOMPAS. Alamat emil: a.prasetyantoko@atmajaya.ac.id 2. Gregorius Airlangga: Mitigasi Bencana Pandemi COVID19 Menggunakan Teknologi AI Penulis saat ini adalah kandidat doktor di bidang elektro dan teknik komputer dengan peminatan AI dan rekayasa perangkat lunak di National Chung Cheng University, Taiwan. Sebelumnya, menempuh program S1 di bidang sistem informasi STIKOM Yos Sudarso Purwokerto dan S2 di bidang informatika di Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Saat ini penulis adalah staf pengajar di Fakultas Teknik, Unika Atma Jaya. 3. Erwin Bramana Karnadi: Peran Data Science dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 – Aplikasi di Indonesia Erwin Bramana Karnadi menyelesaikan pendidikan S1 di Monash University, Melbourne, Australia dan pendidikan S2 di The University of Sydney, Sydney, Australia dalam bidang ekonomi dan ekonometrika. Pengalaman kerja termasuk bekerja sebagai Data Analyst di Roy Morgan Research dan sebagai Co-Founder / Data Scientist di P.T. Ekrut Teknologi Pasifik, Jakarta, Indonesia. Saat ini, mengajar ekonometrika, statistika dan matematika ekonomi di Unika Atma Jaya sebagai dosen tetap. Kepala Komputer Lab Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan penulis buku “Panduan EViews untuk Ekonometrika” terbitan Grasindo. Tertarik dengan ekonometrika dan data science. 4. Stevanus Pangestu: Keberlangsungan Bisnis dalam Menghadapi Pandemi Stevanus Pangestu merupakan seorang dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis sejak Maret 2017, sekaligus Kepala Unit Perencanaan dan Pengembangan Strategis Unika Atma Jaya sejak Maret 2020. Bidang penelitian yang digeluti adalah literasi keuangan dan perilaku investor. Beberapa artikelnya telah dipublikasi dalam berbagai jurnal internasional, termasuk yang bereputasi dan memiliki faktor dampak. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana dan magister di FEB Unika Atma Jaya. Ia juga aktif menulis di The Conversation Indonesia. (pos-el: pangestu@atmajaya.ac.id) Sosial, Politik dan Hukum Penulis adalah advisor Institute of Public Policy (IPP), Universitas Katolik Atma Jaya. Sebelumnya beliau mengepalai IPP di tahun 2019. Sekarang beliau aktif menjadi peneliti di Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS).Ia memperoleh gelar S1 dari Universitas Indonesia di bidang Ilmu Politik dan gelar S2 di bidang Ilmu Politik dan Ekonomi Politik dari London School of Economics and Political Science, Inggris. Sebagai peneliti, Gani aktif sebagai kolumnis di berbagai media nasional dengan telah menulis banyak artikel terkait politik dan kebijakan publik. Beliau bisa dihubungi lewat edbert.gani@gmail.com. 2. Asmin Fransiska: Dimensi Hak Asasi Manusia atas Respons COVID-19 Asmin Fransiska adalah dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya di Jakarta. Hak Asasi Manusia adalah mata kuliah yang diampu bersama dengan hukum narkotika/obat-obatan. Asmin menyelesaikan Sarjana Hukum di Universitas Katolik Parahyangan (Bandung) pada tahun 1998 dan melanjutkan Studi Magister Hukum (LL.M) dalam bidang International Human Rights Law di School of