Indonesia 4.0: Teknologi dan Kepedulian Sosial
Kesenjangan digital yang terjadi di Indonesia masih sangat tinggi meski sudah memasuki era Revolusi Industri 4.0. Hal ini disebabkan oleh minimnya pengetahuan sumber daya manusia dalam mengoptimalkan teknologi digital dan infrastruktur. Tantangan terbesar Indonesia dalam menghadapi Industri 4.0 adalah kesenjangan digital yang masih tinggi. Selain itu, pesatnya kemajuan teknologi di bidang kecerdasan buatan bukan saja menghadirkan isu sumber daya manusia, tetapi juga bagaimana teknologi dikembangkan untuk memecahkan masalah sosial di Indonesia. Untuk membahas topik ini, Unika Atma Jaya menggelar acara Catatan Akhir Tahun dengan menghadirkan Dr. A Prasetyantoko (Rektor Unika Atma Jaya), Rudiantara, S.Stat., MBA (Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia), Nila Marita (Chief Corporate Affairs GO-JEK), Adrian A. Gunadi (Co-founder & CEO Investree), serta Agatha Novi Ardhiati, M.Psi., Psikolog (Dosen Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya). “Kita harus bisa melihat kemajuan teknologi ini sebagai peluang…” – Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Rudiantara
Data/Analisis Beban Penyakit (Burden of Disease) Menuju Cakupan Semesta (Universal Health Care)
Pada tahun 2019, Indonesia menerapkan Universal Health Coverage (UHC) secara menyeluruh melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Prinsip dasar dari UHC adalah semua orang dan komunitas dapat memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan yang dibutuhkan mulai dari promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, sampai platiatif dengan mutu yang terjamin. Untuk membahas perkembangan saat ini, Unika Atma Jaya mengadakan dialog kebijakan dengan Dr. Nafsiah Mboi, SpA, M.P.H., pada September 2018, dengan focus pada konsep Global Burden of Disease (GBD). Burden of Disease dalah usaha sistematik dan ilmiah untuk mengukur besarnya perbandingan health loss dari semua macam penyakit besar untuk masyarakat semua umur, jenis kelamin, dan kondisi geografis dari waktu ke waktu. Analisis GBD dapat digunakan untuk mengurangi Disability-Adjusted Life Year (DALY), yaitu angka kematian yang disebabkan karena disabilitas, kematian premature, penyakit yang melumpuhkan, dan road injury. Banyak negara yang telah menggunakan pendekatan ini untuk merumuskan kebijakan, strategi, dan sistem kesehatan untuk mewujudkan UHC. Dalam kasus di Indonesia, analisis DALY menunjukkan bahwa penyebab kematian tertinggi dari tahun 2005 hingga 2016 adalah penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit jantung koroner, dan diabetes mellitus. Penyakit-penyakit ini tidak menular, sehingga Kemenkes mulai fokus pada penyakit semacam ini dan menyesuaikan kebijakannya. Seminar ini sekali lagi menunjukkan pentingnya menggunakan data ilmiah untuk merumuskan kebijakan publik, khususnya yang menyangkut kesehatan.
Peluncuran “Ben & Nafsiah Mboi Collection”
Mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur tahun 1978-1988, Brigjen. (Purn). Dr Aloysius Benedictus Mboi, M.P.H, sudah mencintai aktivitas membaca buku sejak di bangku SMA. Ben yang merupakan anak yatim membiayai sekolahnya sendiri. Ketika itu dia bekerja sebagai penjaga perpustakaan. Dari rutinitasnya di perpustakaan tersebut, Ben mulai jatuh cinta pada buku. Setelah tamat SMA, Ben ke Jakarta untuk kuliah dan menjadi salah satu mahasiswa di Fakultas Kedokteran UI. Lantaran tidak memiliki biaya, dia bekerja sebagai seorang guru. Dengan penghasilan yang rutin diterima, dia selalu membeli buku satu per satu dan melahapnya. Istrinya, Dr. Nafsiah Mboi, SpA, M.P.H (yang juga merupakan mantan Menteri Kesehtan Republik Indonesia 2012-2014), memiliki tekad untuk menularkan kecintaan aktivitas membaca buku pada anak bangsa saat ini. Maka dari itu, Nafsiah Mboi memutuskan untuk mendirikan sebuah perpustakaan riset internasional yang disebut “Ben & Nafsiah Mboi Collection” di Unika Atma Jaya. Acara peluncuran ini bertepatan dengan 1000 hari setelah berpulangnya Ben Mboi. Perpustakaan ini kini memiliki lebih dari 22.000 buku terbitan tahun 1477-2015. Tema buku yang disajikan juga beragam, mulai dari eksplorasi bangsa Portugis hingga kebijakan publik, kesehatan masyarakat, dan kedokteran.
BUMN dalam Lingkaran Oligarki
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) jika tidak dikawal dengan baik melalui regulasi yang tepat sangat berpeluang dimanfaatkan oleh oligarki menjelang Pemilu 2019 yang menggunakan mesin partai untuk melanggengkan kuasa ekonomi dan politik yang telah dinikmati. Oleh sebab itu, pada Maret 2018, Unika Atma Jaya mengadakan diskusi bertema BUMN dalam Lingkaran Oligarki dengan narasumber: 1) Liona Nanang Supriatna, Pengacara Anggota Tim Advokasi Kedaulatan Ekonomi Nasional 2) Profesor Jeffrey Winters, Pengamat Politik dari Northwestern University 3) Agus Pambagio, Pengamat Kebijakan Publik 4) Yohanes Berchman Suhartoko, Kaprodi Ekonomi Pembangunan Unika Atma Jaya Liona Nanang Supriatna menilai UU BUMN menyebabkan sejumlah BUMN dikelola dengan tidak profesional, cenderung tidak efisien, dan justru hanya menguntungkan pengelola BUMN maupun pihak yang mendapat keuntungan dari BUMN. Profesor Jeffrey Winters berpendapat bahwa langkah gugatan hukum terhadap UU BUMN maupun Peraturan Pemerintah tentang holding BUMN Pertambangan merupakan tindakan yang benar dalam kerangka demokrasi di Indonesia. Sementara itu, Agus Pambagio menuturkan upaya gugatan terhadap pengelolaan BUMN tidak sekali saja dilakukannya; sebelumnya pihaknya pernah melakukan gugatan PP 72 yang berujung pada kekalahan. Meski demikian, Yohanes Berchman Suhartoko menilai upaya holding BUMN dalam tataran monopoli jika mengikuti paradigma para pemikir Chicago bukanlah suatu hal yang harus dikhawatirkan karena selain bersifat sementara, monopoli tersebut timbul karena proses produksi yang memang lebih efisien. Pada saat yang sama, Akbar Aziz (perwakilan Federasi Buruh Pelabuhan Indonesia II Lampung) menuturkan pengelolaan BUMN masih carut marut, tidak memperjuangkan nasib pekerja, dan hanya menguntungkan segelintir pihak ketika dilakukan pengembangan anak usaha.
Diskusi Kebijakan Pilkada 2018: Pesta Politik dengan Semangat Kebangsaan
Pilkada adalah ajang yang penting untuk memilih pemimpin terbaik di tingkat daerah. Pada tahun 2018, Indonesia mengadakan pilkada di 171 daerah, termasuk 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Namun, ada juga masalah yang perlu ditanggulangi di dalam sebuah demokrasi. Contohnya adalah penyebaran ujaran kebencian, berita kebohongan, dan pesan-pesan radikal di media sosial. Maka dari itu, diskusi kebijakan ini dimaksudkan untuk membahas hal ini dengan pembicara-pembicara berikut: 1) Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Eko Sulistyo 2) Kombes Pol Sri Suari Wahyudi dari Divisi Humas Polri 3) Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada Putut Prabantoro 4) Aktivis Gusdurian Savic Ali 5) Dosen Fakultas Hukum Unika Atma Jaya Surya Tjandra Sri Suari Wahyudi menuturkan bahaya terbesar terhadap demokrasi saat ini adalah ujaran kebencian, berita bohong (hoax), maupun persebaran pesan radikal. Sri Suari menegaskan, pasukan siber polisi bekerja 24 jam. Savic Ali memuji kerja keras Polri dalam mengatasi informasi bohong di dunia maya sekaligus mengingatkan maraknya berita bohong pada peristiwa pilpres di Amerika Serikat yang menghasilkan terpilihnya Donald Trump. Maka dari itu, ia yakin bahwa pembangunan rasa kebangsaan itu diperlukan untuk mengurangi ujaran kebencian. Sementara itu, Putut Prabantoro menilai merenggangnya kebangsaan Indonesia terutama di daerah tidak dapat lepas dari belum meratanya ekonomi dan tingginya biaya politik di Indonesia. Di sisi lain, Surya Tjandra mengingatkan perlunya sikap realistis terhadap kondisi politik saat ini tanpa harus meninggalkan idealisme kebangsaan yang dicita-citakan dalam pesta demokrasi daerah.
Kerja Sama Strategis Jepang-Indonesia, Isu Maritim, Keamanan, dan Ekonomi di Asia Timur, dan Masa Depan Hubungan Jepang-Indoensia
26/2/2019 Saat ini Jepang merupakan negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia dan salah satu eksportir terbesar dengan berbagai macam produk seperti mobil dan elektronik. Sementara itu, Indonesia sebagai negara keempat terpadat di dunia, diprediksi akan menjadi salah satu ekonomi terbesar di masa yang akan datang. Sebagai tambahan, sebagian wilayah Indonesia terletak di jalur pelayaran strategis yang dilewati impor dan ekspor Jepang. Karenanya, kerja sama antara Indonesia dan Jepang di berbagai bidang akan sangat menguntungkan kedua belah pihak. Dengan adanya tujuan tersebut, Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya menyelenggarakan diskusi umum dengan pembicara-pembicara sebagai berikut: Salah satu hal yang disorot dalam diskusi ini adalah perang bea cukai yang melambung antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Fauziah Zen mengamati bahwa Jepang sendiri masih harus menyelesaikan masalah perdagangan dengan Amerika Serikat, dan banyak investor yang menerapkan prinsip “tunggu dan lihat” tanpa strategi jangka panjang. Di saat yang bersamaan, Beliau juga memperhatikan produk-produk Jepang mulai dikesampingkan oleh produk dari RRT dan Korea.
Brownbag Discussion Special Edition IPP Unika Atma Jaya: Evaluasi Kinerja Sektor ESDM Indonesia
Jakarta, 12 April 2019 – Atma Jaya Institute of Public Policy (IPP) mengadakan diskusi yang mengundang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, Ignasius Jonan, dengan topik “Evaluasi Kinerja Sektor ESDM Indonesia”. Adapun moderator untuk diskusi ini adalah Agustinus Prasetyantoko, pengajar Unika Atma Jaya. Dalam lima tahun terakhir, pemerintah telah menggenjot pembangunan infrastruktur di bidang energi dan sumber daya alam. “Prinsipnya adalah membangun dengan semangat keadilan sosial, yang berarti memusatkan banyak pembangunan di daerah yang tertinggal. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi di Makassar, Papua, itu tinggi sekali, sampai 7-8%,” papar Jonan. “Selain pelestarian lingkungan, yang penting juga adalah affordability… energi yang ada juga terjangkau harganya oleh masyarakat. kalau konsepnya keadilan sosial, harga layanan umum harus bisa terjangkau oleh saudara-saudara dengan penghasilan paling rendah,” tambah Jonan. Pemerintah merealisasikan hal ini dengan berbagai program, seperti pemasangan panel surya independen di desa-desa yang belum teraliri listrik, pembangunan SPBU dengan satu harga untuk menggenjot harga bensin yang terlampau tinggi di beberapa daerah, pembangunan jaringan gas untuk menekan biaya impor elpiji yang terlalu besar, pembagian 25.000 converter kit untuk nelayan supaya biaya bahan bakar lebih murah, dan penggalian sumur untuk memasok air tanah bagi daerah-daerah kering. Jonan menegaskan bahwa fokus pemerintah selama ini adalah “Bagaimana menciptakan listrik yang lebih bersih dan harganya lebih terjangkau.” Dalam hal ini, pengajar Unika Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko memuji pencapaian Kementerian ESDM. “Keadilan dan kesejahteraan sudah dihayati oleh pemerintah sekarang,” ujarnya. Acara dapat diakses di: https://www.youtube.com/watch?v=qazfZl70rl4