Acara yang diselenggarakan oleh The Australian National University’s Indonesia Project, dengan dukungan dari ANU Department of Political and Social Change, juga the Department of Foreign Affairs and Trade, ini membahas jejak yang ditinggalkan Jokowi terhadap ekonomi, kesejahteraan, politik, keamanan, lingkungan, dan hubungan internasional di Indonesia. Berlangsung pada 13-14 September 2024, research fellow IFAR, Yoes Kenawas mempresentasikan mengenai dinasti politik Jokowi.

Presentasinya yang berjudul “Jokowi and His Dynasty: Explaining the Ascendancy of the Jokowi Dynasty”, menjawab dua pertanyaan yaitu: Bagaimana Jokowi membangun dinasti politiknya? dan apa persamaan dan perbedaan antara pembuatan dinasti di tingkat subnasional dan nasional?

Pola pembentukan dinasti Jokowi di tingkat nasional mirip dengan pola pembentukan dinasti di tingkat subnasional, yaitu dengan melibatkan perubahan kelembagaan, pertemuan kepentingan politisi dinasti dan partai politik, ketidakpedulian pemilih terhadap politik dinasti, dan penyalahgunaan sumber daya negara yang tidak terkendali.

Jokowi, dalam membentuk dinasti politiknya, memulai aksinya dengan merubah batasan usia minimum yang melibatkan Ketua MK, Anwar Usman yang merupakan ipar Jokowi dan paman Gibran. Selain itu, Jokowi juga mengeksploitasi ketidakpedulian para pemilih terhadap politik dinasti. Data dari Indikator (2023) membuktikan bahwa mayoritas pemilih tidak peduli terhadap politik dinasti dan tidak menganggap politik dinasti sebagai ancaman bagi demokrasi di Indonesia.

Aksi Jokowi ini telah menormalisasikan praktik korupsi yang bertentangan dengan cita-cita demokrasi dan Reformasi ’98.