Pada 26 Juni 2024, melalui laman YouTube Kanal S.A, Dr. Agustinus Prasetyantoko menyampaikan bahwa akan ada beberapa dinamika yang akan menyebabkan rencana-rencana kebijakan ekonomi Presiden terpilih akan sulit untuk direalisasikan. Hambatan pertama adalah lemahnya nilai rupiah yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti inflasi, daya beli, dan suku bunga The Fed belum kunjung turun akibat inflasi. Kemudian, institusi dan regulasi yang membutuhkan banyak perbaikan yang signifikan dan perlu digarap secara intensif menjadi hambatan besar berikutnya. 

Lalu, apakah latar belakang ekonomi milik Presiden terpilih akan secara umum menjanjikan kemajuan ekonomi Indonesia? 

“…seorang Presiden harus membangun sebuah birokrasi, kompetensi teknokratis yang memadai yang kemudian bisa terwujud dalam sebuah tatanan kebijakan yang bisa dilihat oleh pasar adalah sesuatu yang credible.” ucap Dr. Agustinus Prasetyantoko. Beliau menekankan bahwa diperlukan kompetensi teknokratis birokrasi untuk memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia ke depannya.

Selanjutnya, beliau menjelaskan terkait ICOR (Incremental Capital Output Ratio) dan fungsinya dalam mengukur kinerja ekonomi. ICOR merupakan “sebuah indeks yang digunakan untuk mengukur berapa jumlah modal yang dibutuhkan untuk tumbuh.” Semakin tinggi persentase rasio untuk tumbuh, maka semakin tinggi juga modal yang dibutuhkan. Pembangunan yang telah terjadi selama 10 tahun belakangan nampaknya berfokus pada banyak hal namun, tidak meliputi faktor institusi dan regulasi, yang merupakan faktor terlemah. Berkembangnya infrastruktur dan kapasitas SDM saja tidak cukup untuk mendukung upaya perkembangan ekonomi yang optimal. Perkembangan ini harus diimbangi dengan kapasitas institusi dan regulasi yang sesuai. Begitu krusial komitmen pemerintah, institusi yang baik, dan kebijakan terukur untuk mencapai perkembangan yang ideal.

Berbagai aksi jangka pendek juga jangka panjang dalam transisi pasca covid-19 perlu diambil untuk menanggapi ekonomi yang tidak seefisien sebelumnya. Kegiatan ekspor terus berlangsung namun, pendanaan semakin mahal untuk pembangunan negara berkembang. “…hal-hal seperti itu belum menunjukan bahwa kita belum punya produktivitas dan penghasilan yang cukup untuk menambah kapasitas ekonomi kita.” ucap Dr. Agustinus Prasetyantoko, mengingat bahwa kondisi ekonomi Indonesia sudah jauh berbeda dari 10 tahun lalu. Komunikasi arah kebijakan yang berjalan, perlu berjalan dengan terukur dan direncakan. Kemudian dalam jangka panjang, reorientasi pertumbuhan yang dilakukan harus bertumpu pada inklusivitas.

Lantas, bagaimana prospek perkembangan ekonomi Indonesia menuju Indonesia Emas di tengah problema SDM, transisi pasca pandemi, dan pemerintahan baru? 

Dr. Agustinus Prasetyantoko menekankan bahwa dibutuhkan komitmen dari pemerintahan masa depan untuk pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. Pemerintah harus memiliki kemampuan teknokrasi dan bertugas untuk membereskan terkait institusi juga regulasi. Jika seluruh kondisi ini terpenuhi, maka akan terbangun kepercayaan investor. “Mengurus negara ternyata bukan rocket science.” beliau menambahkan. Pemerintah dituntut untuk membangun komitmen, konsensus, dan konsistensi untuk menjamin perkembangan yang memberikan harapan bagi Indonesia di masa mendatang.

Selengkapnya di https://youtu.be/V8Xh3_7_YOM?si=nIbNicMuENAGtg9X