14 Februari 2024 merupakan tanggal pemungutan suara untuk pemilu 2024.Menuju Pemilu 2024, salah satu dinamika yang sering kita alami adalah beredarnya hoaks terkait politik dan pemilu. Hoaks adalah upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang seolah-olah meyakinkan tapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya.
Menjelang perhelatan pemilu kita sering menemui narasi-narasi politik yang bertujuan menjatuhkan calon tertentu. Kominfo mencatat hoaks politik mendominasi dengan jumlah 549 temuan dari 1.610 temuan hoaks selama periode Agustus 2018-23 April 2019. Maret 2019 menjadi puncak tertinggi peredaran hoaks, yakni mencapai 453 isu hoaks (Katadata, 2019). Mengingat pemilu 2019 yang diselenggarakan pada bulan april, Dari data tersebut kita dapat melihat hoaks politik semakin banyak beredar ketika mendekati pemilu. Beredarnya hoaks melalui sosial media rentan menciptakan konflik sosial-politik karena hoaks beredar dengan mudah secara maya. Media sosial memang berguna untuk menghubungkan konstituen dan calon peserta pemilu, tapi media sosial juga dapat berguna untuk menyebarkan informasi tidak benar dan memicu konflik di masyarakat.
Banyak masyarakat kesulitan membedakan berita bohong ataupun negara. Kurangnya literasi dan pengetahuan membuat masyarakat dengan mudah percaya terhadap hoaks. Oleh karena itu, untuk mencari strategi membendung hoaks pada pemilu 2024, kita dapat mempelajari pengalaman-pengalaman pemilu sebelumnya. Kebijakan terkait pengendalian hoaks dalam media sosial perlu dipertimbangkan dengan cermat untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut meminimalisir dampak hoaks selama pemilu berlangsung.
Narasumber:
- Salvatore Simarmata – Unika Atma Jaya
- Maharddika – Perludem
- Lady Diandra – Generasi Melek Politik
- Heychael – Remotivi
Moderator:
- Mita Putri – Generasi Melek Politik