Bonus demografi yang sekarang kita nikmati bisa menjadi keuntungan bagi ekonomi namun dapat pula menjadi beban ekonomi. Karena itu diperlukan program yang jelas untuk meningkatkan daya saing sumber daya manusia terutama generasi muda.
Jakarta, 22 Maret 2019 — Atma Jaya Institute of Public Policy (IPP) baru-baru ini menyelenggarakan diskusi yang melibatkan empat caleg dari generasi milenial. Keempatnya berasal dari empat partai politik yang berbeda. Mereka diantaranya Faldo Maldini, politisi PAN, Dedek Prayudi, politisi PSI, Khobbab Heryawan, politisi PKS, dan Puteri Komarudin, politisi Golkar. Selain mereka, panel diskusi yang lain adalah Andina Dwifatma, Dosen Ilmu Komunikasi Unika Atma Jaya, dan Edbert Gani Suryahudaya, Direktur Atma Jaya Institute of Public Policy (AJIPP). Adapun moderator diskusi ini ialah Indro Adinugroho, dosen Fakultas Psikologi, Unika Atma Jaya.
“Bonus demografi sudah mulai dari 2015 di Indonesia (menurut BPS). Puncaknya ada di tahun 2035. Hal ini bisa menjadi window of demographic disaster (meroketnya angka kriminal), atau menjadi window of opportunity (ketika mau investasi yang banyak pada sumber daya manusia). Hasilnya tidak bisa langsung dirasakan. Yang behasil contohnya RRC dan Korea. Kuncinya adalah pemberdayaan perempuan, pemberdataan pemuda, dan penghapusan pekerja anak,” papar Dedek ‘Uki’ Prayudi, politisi PSI.
Dari diskusi tersebut tersimpulkan bahwa fokus dalam menunjang kualitas sumber daya manusia, khususnya generasi milenial maupun generasi Z yang akan menjadi subjek pembangunan di era bonus demografi adalah tanggungjawab seluruh pihak. Adapun dari survei AJIPP terhadap kaum muda perkotaan, sebesar 63% menjawab yakin dapat bersaing secara global.
Keyakinan tersebut perlu disambut dengan program-program yang bisa menyasar langsung pada minat dan bakat dari kaum muda.
“Jadi negara industri. Basis knowledge. Bikin wadah. Berikan insentif untuk perusahaan yang memakai sumber daya dari rumah siap kerja,” papar Faldo Maldini, politisi PAN.
“Pemerintah, sistem, sekarang hanya untuk menghindari disaster,” papar Khobbab Heryawan, politisi PKS.
Selain fokus pada generasi muda di perkotaan, diskusi ini juga turut menyuarakan kepentingan membangun sumber daya manusia di daerah pedesaan.
“Industri, yang daritadi kita bicarakan sudah masuk di RPJMN. Daritadi fokus kita ke kota, bagaimana dengan yang rural? Seperti misalnya dana desa, ini sudah bagus sekali. Selain itu tidak perlu juga saya rasa yang muda punya gagasan baru. Sekarang kebijakan yang bagusjuga sudah ada, kalo dilanjutin bisa maksimum. Yang penting kolaborasi muda dan tua.” Papar Puteri Komarudin, politisi Golkar.
Selain itu, berkaitan dengan bonus demografi, berbagai program yang sedan atau akan dilaksanakan pemerintah perlu memperhatikan beberapa soal fundamental ekonomi.
“Banyak tantangan yang perlu dihadapi agar bonus demografi bisa dimanfaatkan dengan baik. Bagaimana cara menarik sektor informal jadi formal? Hubungannya agar jaminan sosial bisa lebih mengakomodir tenaga kerja. Lalu keperluan riset dan inovasi untuk menciptakan lapangan kerja baru, apa insentif yang akan diberikan ke perusahaan yang melakukan itu? Hal-hal ini yang perlu kita minta programnya ke partai politik dan calon penguasa,” papar Edbert Gani Suryahudaya, Direktur AJIPP.
“Kalo mau merangkul milenial, kasih dong regulasi yang mendukung milenial,” ujar Andina Dwifatma, Dosen Ilmu Komunikasi, Unika Atma Jaya.
Acara dapat diakses di: https://www.youtube.com/watch?v=plgXX938wE4