Pemerintah menempuh kebijakan ekspansif. Tata kelola yang baik dan cara-cara yang tak mendistorsi pasar akan memberikan hasil positif. Demikian pula sebaliknya.
Pasar modal sempat bereaksi negatif terhadap penggantian menteri keuangan meskipun tak lama kemudian kembali berbalik arah. Pasar melihat potensi peningkatan risiko fiskal akibat kebijakan ekspansif di bawah menteri keuangan baru. Paling tidak ada dua indikasi awal atas strategi fiskal ekspansif tersebut.
Pertama, memindahkan dana pemerintah senilai Rp 200 triliun dari rekening Bank Indonesia ke perbankan pemerintah. Kedua, merancang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 dengan defisit lebih lebar dari rancangan sebelumnya, menjadi 2,68 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Selain ekspansif, menteri keuangan baru juga dinilai melakukan intervensi pasar melalui wacana kenaikan suku bunga tabungan valuta asing oleh bank pemerintah. Meski kebijakan tersebut diingkari dan akhirnya dibatalkan, sinyal buruk terlanjur tertoreh di pasar.
Artikel Opini di Kompas oleh A. Prasetyantoko, Senior Fellow IPP