Melonjak Drastis, 605 Politisi Dinasti Mengikuti Pilkada Serentak 2024

Wawancara Yoes Kenawas untuk Kompas Hasil penelitian kolaborasi antara Institute for Advanced Research (IFAR) Unika Atma Jaya, Election Corner Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), dan pusat riset politik dan pemerintahan PolGov UGM mengungkapkan bahwa dalam Pilkada serentak 27 November 2024, ada sebanyak 605 calon berlatar belakang politik dinasti.  Yoes Kenawas, peneliti Institute for Advanced Research Unika Atma Jaya, menjabarkan bahwa 605 calon itu tersebar dalam 352 pilkada tingkat provinsi, kabupaten, dan kota; dengan 384 orang berstatus sebagai calon kepala daerah dan  221 orang maju sebagai calon wakil kepala daerah. Jumlah politik dinasti dalam Pilkada serentak kali ini melonjak hampir dua kali lipat dibanding Pilkada serentak sebelumnya. Hal ini menandakan adanya darurat politik dinasti di Indonesia. Para peneliti menyampaikan bahwa penyebabnya antara lain adalah adalah banyaknya kepala daerah menyelesaikan periode kedua jabatannya, mereka pun menyiapkan anggota keluarganya untuk maju pilkada untuk mempertahankan kekuasaan. Selain itu, biaya politik yang mahal menyebabkan pencalonan Pilkada hanya dapat dilakukan oleh mereka yang berkuasa. Juga, para pemilih yang toleran terhadap politik dinasti.

Protest under Duress at Université Laval, Quebec, Canada

Dr. Muhammad Fajar, research fellow Institute for Advanced Research Unika Atma Jaya, berpartisipasi dalam workshop Protest under Duress yang berlangsung pada 30-31 Oktober 2024 di Quebec, Kanada. Ia mempresentasikan tulisannya yang berjudul The Variety of Social Movement Strategies under Democratic Backsliding: Evidence from Indonesia. Risetnya bertujuan untuk memahami bagaimana respon gerakan sosial terhadap kemunduran demokrasi.

Indonesia’s Prabowo swears in Large Cabinet

Wawancara Dr. Yoes Kenawas dengan NHK World Japan Pada 21 Oktober 2024, Presiden Prabowo Subianto telah melantik sebanyak 48 menteri dan 56 wakil menteri. Kabinet ini memiliki 10 menteri lebih banyak daripada kabinet sebelumnya. Partai Gerindra diharapkan akan berkoalisi dengan 12 partai lainnya, dan menduduki lebih dari 80 persen posisi legislatif. “What we need to realize [is] that Prabowo will inherit democratic environment that is worse compared to ten years ago. I do really wish that Prabowo will have the incentive to prove that ‘okay, I’m a president who uphold the commitment to democracy’, but his [Prabowo’s] track record does not support that” ucap Dr. Yoes Kenawas.

Struktur, Institusi dan Perlawanan Gerakan Sosial

Sesi Kelas Belajar Ilmu Sosial pada 12 Oktober lalu, membahas mengenai “Struktur, Institusi dan Perlawanan Gerakan Sosial.” Sesi diskusi berlangsung dengan mendalami pertanyaan-pertanyaan: Dr. Yoes Kenawas menyampaikan bahwa dikarenakan jangkauan negara tidak sama di setiap daerah, hal ini menyebabkan variasi peluang untuk democratic backsliding. Lalu, apakah democratic backsliding dapat diberhentikan melalui koalisi dengan aparat lokal? Dr. Muhammad Fajar menyatakan bahwa, melalui studinya ia menemukan saat ini ada kecenderungan untuk mengalihkan perjuangan dari level nasional ke level daerah. Advokasi di daerah mendapat tanggapan yang lebih baik dari pemerintah daerah, walaupun secara institusional pemda memiliki ruang yang terbatas untuk mengambil aksi.

The Indonesia Update Conference

Acara yang diselenggarakan oleh The Australian National University’s Indonesia Project, dengan dukungan dari ANU Department of Political and Social Change, juga the Department of Foreign Affairs and Trade, ini membahas jejak yang ditinggalkan Jokowi terhadap ekonomi, kesejahteraan, politik, keamanan, lingkungan, dan hubungan internasional di Indonesia. Berlangsung pada 13-14 September 2024, research fellow IFAR, Yoes Kenawas mempresentasikan mengenai dinasti politik Jokowi. Presentasinya yang berjudul “Jokowi and His Dynasty: Explaining the Ascendancy of the Jokowi Dynasty”, menjawab dua pertanyaan yaitu: Bagaimana Jokowi membangun dinasti politiknya? dan apa persamaan dan perbedaan antara pembuatan dinasti di tingkat subnasional dan nasional? Pola pembentukan dinasti Jokowi di tingkat nasional mirip dengan pola pembentukan dinasti di tingkat subnasional, yaitu dengan melibatkan perubahan kelembagaan, pertemuan kepentingan politisi dinasti dan partai politik, ketidakpedulian pemilih terhadap politik dinasti, dan penyalahgunaan sumber daya negara yang tidak terkendali. Jokowi, dalam membentuk dinasti politiknya, memulai aksinya dengan merubah batasan usia minimum yang melibatkan Ketua MK, Anwar Usman yang merupakan ipar Jokowi dan paman Gibran. Selain itu, Jokowi juga mengeksploitasi ketidakpedulian para pemilih terhadap politik dinasti. Data dari Indikator (2023) membuktikan bahwa mayoritas pemilih tidak peduli terhadap politik dinasti dan tidak menganggap politik dinasti sebagai ancaman bagi demokrasi di Indonesia. Aksi Jokowi ini telah menormalisasikan praktik korupsi yang bertentangan dengan cita-cita demokrasi dan Reformasi ’98.

Kuasa dan Pengaruh Jokowi Mulai Memudar

Diambil dari hasil wawancara Yoes Kenawas melalui artikel The Jakarta Post, “Jokowi’s influence shows signs of waning” Dengan sisa masa jabatan kurang dari satu bulan, Jokowi mulai mengalami berbagai kemunduran politik yang merupakan akibat dari pemudaran kuasanya. Pukulan telak dialami Jokowi melalui protes rakyat pada Agustus 2024 lalu yang berhasil memberhentikan upaya lembaga legislatif untuk mengubah persyaratan usia kandidat yang akan memungkinkan putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah pada bulan November. Para peneliti menyampaikan bahwa gagalnya upaya dalam mengubah peraturan pemilu merupakan kemunduran yang signifikan bagi Jokowi, yang, terlepas dari popularitasnya, tidak dapat melawan kehendak rakyat. “Jokowi mungkin telah berhasil melaksanakan berbagai rencananya dengan cukup lancar di masa lalu, tetapi ada batasan atas apa yang bisa ia lakukan, terlepas dari besarnya pengaruh yang ia miliki.” ucap Yoes Kenawas, peneliti IFAR Unika Atma Jaya. Ketidakikutsertaan Kaesang dalam pilkada bulan November mengindikasikan bahwa Jokowi, yang sebelumnya mampu memastikan pengesahan dari hampir semua undang-undang yang dia inginkan, sekarang merasakan pengaruhnya menurun, karena dari delapan partai dalam koalisi yang berkuasa, tampaknya sudah tidak lagi berada di bawah komandonya.

Jokowi Dikritik, Prabowo Cari Aman

Di tengah protes yang ditujukan kepada Jokowi dan keluarganya, Prabowo telah berhasil menghindari kritik. Presiden terpilih, Prabowo Subianto, condong bersisi kepada para pemrotes yang menjunjung demokrasi juga konstitusi di Indonesia pada demo yang berlangsung pada 26 Agustus 2024 lalu. Menurut para analis, hal ini dilakukan Prabowo guna mengambil hati dan dukungan publik yang akan menguntungkannya saat menjabat sebagai Presiden nanti. Dikarenakan skala protes yang berlangsung cukup besar, hal ini menjadi kekhawatiran bagi Prabowo yang akan memulai masa jabatannya. Prabowo tidak ingin memulai masa kepresidenan dengan perlawanan yang kuat terhadapnya, menurut Yoes C. Kenawas, analis politik dari IFAR Unika Atma Jaya. Sebagian besar kemenangan Prabowo adalah karena tacit support dari Jokowi. Dukungan bagi Prabowo melonjak saat putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, bergabung pada pencalonannya. Terlepas dari hal ini, para analis memperkirakan bahwa Prabowo pada akhirnya akan pergi dari bayangan Jokowi. Prabowo akan ingin mengejar janji-janji kampanyenya sendiri alih-alih melanjutkan kepemimpinan Jokowi. Prabowo akan menghadapi tantangan dalam menjaga hubungannya dengan Gibran. Wakil Presiden terpilih kemungkinan besar akan memprioritaskan kepentingan politik keluarganya dan meneruskan warisan bapaknya. Jika hubungan ini tidak dijaga, hal ini dapat mempengaruhi kesempatan Prabowo dalam Pilpres 2029 nanti.

Dominasi Dinasti Politik di Indonesia

Situasi darurat demokrasi di Indonesia semakin mengkhawatirkan dengan menjamurnya dinasti politik yang menguasai berbagai level pemerintahan. Praktik ini mengancam prinsip-prinsip demokrasi yang menjunjung tinggi keadilan, kesetaraan, dan partisipasi masyarakat. Yoes C. Kenawas, research fellow IFAR UAJ, mempresentasikan artikelnya yang berjudul Darurat Demokrasi: Menjamurnya Dinasti Politik di Indonesia sebagai respons lanjutan terhadap upaya DPR dan pemerintah yang ingin mengubah RUU Pilkada yang, jika diloloskan, memberikan karpet merah bagi Kaesang untuk mencalonkan diri dan kartel partai politik untuk memonopoli pencalonan dalam pilkada. Pada 25 Agustus 2024 lalu, Yoes C. Kenawas, research fellow IFAR UAJ, berkesempatan berpresentasi pada forum Diskusi Akademik yang berjudul “Apakah Meritokrasi Bisa Bertahan di Tengah Dinasti Politik?” Forum ini diadakan oleh Chevening Alumni Association Indonesia yang bekerja sama dengan Nalar Institute.

Indonesian Election Candidates in Their Quest for Voters Support

Diambil dari artikel The Straits Times “Indonesia’s election candidates woo voters with road rage car whisperers, football fervour, money” oleh Arlina Arshad Menjelang masa kampanye pemilihan kepala daerah yang akan dimulai pada 25 September 2024 mendatang, para kandidat pilkada mulai mengasah pisau politik dan menguras kantong mereka. Salah satunya Ridwan Kamil, calon gubernur Jakarta, yang telah menjanjikan untuk menyediakan terapis dan ulama yang akan mampir untuk meredakan rasa frustrasi masyarakat selama menanti kemacetan, disebutnya sebagai Mobil Curhat. Gagasannya ini tidak mendapatkan tanggapan baik dari masyarakat. Dr Yoes Kenawas, research fellow IFAR Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, menyampaikan bahwa meskipun kebijakan populis tampak menarik, kebijakan tersebut gagal mengatasi masalah mendasar, sehingga berpotensi menimbulkan hasil yang tidak efektif atau bahkan kontraproduktif.

How Has Jokowi Changed Indonesia?

Sumber dari artikel Australian National University “2024 Indonesia Update: How Jokowi changed Indonesia.” Selama 10 tahun menjabat sebagai Presiden Indonesia, untuk mencapai target kebijakan di berbagai sektor, Jokowi telah mendorong lembaga-lembaga negara hingga batas kemampuannya, mengungkap baik kelemahan maupun kekuatan aturan, peraturan, dan norma demokrasi Indonesia. Dapat diakui bahwa Jokowi telah mengalami evolusi yang luar biasa. Berawal sebagai orang sederhana dengan pengaruh yang kecil hingga sekarang menjadi seorang tokoh berpengaruh yang kuat. Namun, kritik menganggap bahwa Jokowi telah menyerang pendekatan koersif pemerintahnya terhadap lawan-lawan politik, dan pengejarannya terhadap visi ekonomi yang besar dengan mengorbankan kebebasan demokratis dan integritas kelembagaan. Untuk menjawab pertanyaan: Sejauh apa Jokowi telah mengubah Indonesia? para ahli dari Australia, Indonesia, dan seluruh dunia akan bergabung dalam The Indonesia Update Conference pada 13-14 September 2024. Diselenggarakan oleh The Australian National University’s Indonesia Project, dengan dukungan dari ANU Department of Political and Social Change, juga the Department of Foreign Affairs and Trade, konferensi ini akan membahas jejak yang ditinggalkan Jokowi terhadap ekonomi, kesejahteraan, politik, keamanan, lingkungan, dan hubungan internasional di Indonesia.